Jumat, 12 Agustus 2016

PRODUKSI PUPUK ORGANIK CAIR DARI URIN KELINCI DENGAN PENAMBAHAN BATANG PISANG DAN DAUN LAMTORO ( Laporan Proyek Mandiri)

PRODUKSI PUPUK ORGANIK CAIR DARI URIN KELINCI
 DENGAN PENAMBAHAN BATANG PISANG DAN
DAUN LAMTORO

( Laporan Proyek Mandiri)


Oleh :

Jatmiko Anto Yuono                          NPM   13741037
K. Bratha Kusuma SD                        NPM   13741039
Lia Fitriana Dewi                                NPM   13741040
Nana Septiana                                     NPM   13741046
Samuel Sundoko                                 NPM   13741053
Setia Rani                                            NPM   13741054














POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG

2015

I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pupuk organik adalah pupuk yang berbahan dasar dari alam dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis, pupuk organik bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, mengembalikan kesuburan tanah, menjaga kontaminasi kimia, melestarikan alam dan menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan menggunakan pupuk organik unsur hara dalam tanah akan terjaga dan dapat mudah terserap oleh tanaman sehingga kebutuhan unsur hara akan terpenuhi dengan tanah yang diperlakukan dengan cara organik.
Pupuk organik terdiri dari Pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik cair  dapat dibuat dari bahan- bahan organik yang difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan bakunya dari material organik yang belum terkomposkan. Unsur hara yang terkadung dalam larutan pupuk cair dengan cara fermentasi ini benar-benar berbentuk cair, sehingga larutannya lebih stabil. Oleh karena itu, sifat dan karakteristiknya pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat yang dilarutkan kedalam air.
Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai pupuk organik cair adalah urine kelinci. Urine kelinci memiliki kelebihan pada kandungan unsur hara baik mikro maupun makro melibihi kandungan yang dimiliki urine  sapi, kambing, dan domba. Oleh karena itu banyak orang yang memanfaatkan limbah urine kelinci sampai menjualnya dengan harga tinggi. Urine kelinci merupakan cairan yang mampu memberikan suplai nitrogen yang cukup tinggi bagi tanaman, hal ini disebabkan tingginya kadar nitrogen yang terdapat didalamnya. Kandungan unsur hara makro dan mikro urine kelinci memiliki unsur N P K rata-rata (N) 2,72%, (P) 1,1%, dan (K) 0,5%.
Meskipun kandungan urine kelinci lebih baik dari ternak lain, namun masih mungkin untuk ditingkatkan unsur haranya. Dibandingkan dengan pupuk oganik padat, POC mengandung nutrisi yang lebih kecil sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas nutrisinya. Untuk mendukung kandungan unsur hara dalam urine kelinci perlu ditambahkan dengan batang pisang dan daun lamtoro karena batang pisang banyak mengandung P, sedangkan daun lamtoro banyak mengandung unsur N. Dengan demikian diharapkan penambahan batang pisang dan daun lamtoro mampu meningkatkan unsur hara pada produksi pupuk cair.

1.2  Tujuan
Tujuan dari Proyek Mandiri ini adalah  untuk memproduksi pupuk organik cair dari urin kelinci dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro serta menganalisis usaha dari produksi pupuk organik cair.

1.3  Kerangka Pemikiran
Batang pisang dan daun lamtoro memiliki kandungan nutrisi yang berpotensi untuk kesuburan tanah. Dengan kandungan batang pisang yang memiliki pH KCl 7.85, P 2.38%, P tersedia 0.48%, K tersedia 5.46% ( Suryani, 2007) dan kandungan hara pada daun lamtoro setelah mengalami penguraian memiliki  N (3.84%), P (0.2%), dan K (2.06%)(Ibrahim dkk, 2002). Memanfaatkan limbah urine kelinci dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro untuk dijadikan pupuk organik cair, dengan kandungan yang dimiliki masing-masing limbah diharapkan mampu menghasilkan  pupuk organik cair dengan kandungan hara yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu dengan pengolahan limbah menjadi pupuk akan mampu meningkatkan harga jual dari limbah.

1.4  Kontribusi
Kegiatan Proyek Mandiri ini diharapkan dapat memberikan wawasan  peternak dan petani dalam pengolahan limbah sehingga dapat lebih bermanfaat dan tidak menjadi limbah yang dapat mencemari lingkungan selain itu juga dapat menjadi pendapatan tambahan bagi peternak kelinci.










II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Organik Cair
            Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.  Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya.  Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah) (Ayub.S, 2004).
            Pupuk Organik Cair adalah zat penyubur tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik dan berwujud cair. Pupuk cair merupakan salah satu jenis proses fermentasi. Pupuk organik cair memiliki manfaat bagi tanaman yaitu Untuk menyuburkan tanaman, Untuk menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah, Untuk mengurangi dampak sampah organik di lingkungan sekitar, Untuk membantu revitalisasi produktivitas tanah, Untuk meningkatkan kualitas produk sayuran (Suriadikarta, 2006)
Adapun standar kualitas unsur makro pupuk organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel  1.  Standart Mutu Pupuk Organik Cair (POC)
Parameter
Satuan
Persyaratan
Teknis
Keterangan
C-Organik
%
>= 4
< 2
kandungan c-organik
jika >2% didugasudah mengandungkimia anorganik
salmonela harusnegatif karena tingkat bahayanya
tingkat keaktifan bakteri
ph yang terlalu basa atau asam tidak baik untuk tanah
N, P, K
%
Pstogen
Mikroba
cfu/g
< 102
Fungsional
cfu/g
-
pH
-
4-8

Keunggulan dari pupuk organik cair yaitu : (a) Mudah untuk membuatnya, (b) Murah harganya, (c) Tidak ada efek samping bagi lingkungan maupun tanaman, (d) Bisa juga dimanfaatkan untuk mengendalikan hama pada daun (bio-control), seperti ulat pada tanaman sayuran. (e) Aman karena tidak meninggalkan residu, dapat menjadi pestisida organik (Suriadikarta, 2006).
            Kelemahan yang umum terdapat pada  pupuk organik/ hayati cair, yaitu : (a) Nutrisi yang terkandung sedikit. Umumnya nutrisi yang ada berupa tambahan bahan kimia seperti pupuk NPK dan Urea, (b) Seringkali menghasilkan gas (kemasan rusak) dan bau tidak sedap (busuk), (c) Tidak tahan lama (kurang dari setahun), (d) Masalah dalam transportasi dan penyimpanan, (e) Hasilnya tidak bisa diproduksi secara masal(Suriadikarta, 2006).
            Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus yaitu bahan organic basah atau bahan organic yang mempunyai kandungan air tinggi seperti sisa buah-buah dan sisa sayuran (wortel, labu, sawi,selada, kulit jeruk, pisang, durian, kol). Semakin besar kandungan selulosa dari bahan organic (C/N ratio) maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini kaya nutrisi yang dibutuhkan tanaman (Djuarni, 2006).
            Kompos cair bisa diberikan kepada tanaman maupun media tanam (tanah). Akan tetapi akan lebih efektif jika disemprotkan langsung ke daun, terutama permukaan bawahnya. Cara ini lebih efektif karena bagian permukaan bawah daun dapat menyerap nutrisi dengan cepat dan efektif. Karenanya, aplikasi langsung ke daun akan memberikan efek kesuburan lebih cepat terlihat dibanding disemprotkan ke bagian lain dari tanaman. Tidak hanya itu, pemberian kompos cair sebagai pupuk pada tanaman, juga lebih efisien. Sebab jumlah (volume) yang diberikan cukup kecil (Djuarni, 2006).
  











2.2 Urine Kelinci
     Peternakan kelinci adalah  usaha yang bergerak pada bidang pemeliharaan dan penyediaan kelinci berkualitas, baik yang dimanfaatkan dari segi keindahan sebagai hewan kesayangan ataupun sebagai hewan penghasil daging. Perkembangan kelinci yang cepat  membuat budidaya kelinci ini semakin diminati. Urine kelinci dapat dijadikan sebagai pupuk cair
organik yang sangat bermanfaat untuk tanaman. Pupuk cair lebih mudah dimanfaatkan tanaman karena unsur-unsur didalamnya mudah terurai. Selain  dapat memperbaiki struktur tanah (Saefudin, 2009)
Selain diambil keindahan dan dagingnya, limbah kelinci juga dapat menghasilkan nilai tambah apabila dilakukan pengolahan dengan baik. Melihat limbah yang dihasilkan kelinci dalam populasi seratus ekor  menghasilkan feses 25 kg/ hari dan per ekor kelinci menghasilkan urine 0,5 liter/ hari (Mansur, 2010), ini berpeluang menjadi limbah yang dapat mencemari lingkungan bila tidak dilakukan pengolahan dengan baik. Kandungan yang ada dalam urine kelinci meliputi N (2,72), P (1,1), dan K (0,5) cukup tinggi dibandingkan dengan kandungan pada ternak lain (Tabel 1) sehingga baik digunakan sebagai bahan baku teknologi terapan seperti pupuk kompos dan pupuk organic cair (Kartadisastra, 1997). Berikut adalah table kandungan hara feses dan urine beberapa jenis ternak.



Tabel 2. Kandungan unsure hara dalam feses dan urine beberapa jenis ternak
Jenis ternak
Unsur Hara

N (%)
P(%)
K (%)
H2O (%)
Kuda (padat)
Kerbau (padat)
Sapi (padat)
Domba (padat)
Babi (padat)
Ayam
Kelinci muda ( urine )
Kelinci dewasa (urine)
0,55
0,60
0,40
0,75
0,90
0,40
1,60-2,00
2,72
0,30
0,30
0,20
0,50
0,35
0,10
0,43-1,30
1,10
0,40
0,34
0,10
0,45
0,40
0,45
0,40-1,00
0,50
75,00
85,00
85,00
60,00
80,00
97,00
44,7-32,50
55,30
Sumber : Trubus (1996)
            Urine juga dikenal sebagai sumber bahan organik yang memiliki potensi baik untuk tanaman. Didalam urine kelinci terkandung hormon yang dapat dimanfaatkan tanaman untuk bertumbuh, diantaranya hormone auxin dan hormone giberlin. Kandungan pada urine kelinci juga dapat digunakan sebagai pengawet kesuburan tanah dan memperbaiki unsure hara pada tanah (Noor, 1996).
2.2 Limbah Batang Pisang
            Batang pisang merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak alternatif dan sebagai bahan dalam pembuatan pupuk organik.  Perliansyah (2008) mengatakan bahwa uji abu yang dilakukan pada batang pisang memiliki kandungan kalium  0,67%, sulfat 0,06%, dan pospor 0,20%. Suryani (2007) juga menyatakan bahwa batang pisang yang telah mengalami proses pembusukan memiliki kandungan kalium dan magnesium yang tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abd El-Naby (2000), kompos batang pisang yang diaplikasikan ke tanaman pisang mampu memberikan serapan kalium sehingga buah yang dihasilkan memiliki kandungan kalium yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian diatas  memungkinkan batang pisang dapt dijadikan bahan sumber kalium dalam pembuatan pupuk organik.
2.3 Daun Lamtoro
            Tanaman lamtoro atau sering disebut juga petai cina  merupakan salah satu jenis tanaman yang mudah untuk dijumpai. Dengan bentuk daun kecil bulat berpasangan, memiliki batang kayu, memiliki jenis perakaran tunggang dan memiliki jenis buah polong. Daun lamtoro sering dimanafaatkan sebagai pakan ternak. Selain  dijadikan pakan ternak daun lamtoro juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Setelah dilakukan pengomposan Kandungan yang ada didalam daun lamtoro yaitu N 3,84%, P 0,20%, dan K 2,06% (Ibrahim, 2006). Ini memungkinkan daun lamtoro untuk dijadikan bahan organik sumber nitrogen pada pembuatan pupuk organik cair. Penggunaan nitrogen akan mempercepat proses pembelahan dan pertumbuhan sel, akar, batang, dan daun sehingga dapat berlangsung dengan cepat ( Setyati, 1988). Penelitian Haryanto, (2000) menunjukkan bahwa  penggunaan ekstrak daun lamtoro sebagai sumber nitrogen pada tanaman sawi dapat memacu pertumbuhan  dan mampu menghasilkan tanaman sawi segar dengan produksi yang baik.



III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat
            Kegiatan Proyek Mandiri akan dilaksanakan di kandang Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium Teknologi Hasil Pangan, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Kegiatan akan dilaksanakan pada Oktober sampai  Desember 2015.
3.2 Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan proyek mandiri terdapat pada tabel 2 dan 3 :
Tabel 3. Alat Yang Digunakan Untuk Produksi Pupuk Organik Cair (POC)
NO
ALAT
JUMLAH
1
Derigen
 1 unit
2
Ember
2 unit
3
Kayu pengaduk
2 buah
4
Airrator
2 unit
5
Saringan
1 buah
6
Mesin grinding
1 unit (sewa)
7
Gelas Takar
1 buah
8
Botol Pengemas
60 buah
9
Label
12 lembar

Tabel 4.  Bahan Yang Digunakan Dalam Produksi Pupuk Organik Cair (POC)
NO
BAHAN
JUMLAH
1
Urine kelinci
60 liter
2
Batang pisang
15 Kg
3
Daun lamtoro
7,5 Kg
4
Larutan gula
250 Gram
5
EM4
150 Cc
6
Air bersih
3 Liter

3.3 Metode Pelaksanaan
1.      Penggunaan bahan baku pada tabel pupuk organik cair urin kelinci dibagi menjadi dua perlakuan yaitu :
P 0. 30 liter urin kelinci ditambahkan dengan EM4
P 1. 30 liter urine kelinci dengan ditambahkan daun lamtoro dan batang pisang
2.      Batang pisang dan daun lamtoro yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan metode maserasi.
                 Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindungi dari cahaya. Metode ini diplih karena prosesnya lebih mudah dan peralatan yang digunakan lebih sederhana.

3.4  Prosedur Kerja
3.4.1 Pembuatan Pupuk Organik Cair
            Dalam pembuatan pupuk organik cair yang pertama dilakukan adalah melakukan ekstraksi daun lamtoro dan batang pisang yang telah dikumpulkan dan dicacah dengan melakukan perendaman dengan air dan mengendapkan hasil rendaman selama 12 jam. Selanjutnya melakukan penampungan urine kelinci yang sudah dikumpulkan kedalam dua buah ember perlakuan yaitu ember P 0 untuk perlakuan kontrol (tanpa penambahan batang pisang dan daun lamtoro) dan ember P 1 untuk perlakuan ditambahkan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro. Setelah endapan batang pisang dan daun lamtoro didapat, masukkan endapan kedalam ember P 1 lalu dilakukan pengadukan dengan ditambahkan EM 4 sebagai setarter dan tambahkan 200 gram gula merah, selanjutnya tutup rapat ember dan usahakan dalam kondisi anaerob. Sedangkan pada ember P 0 lakukan pengadukan urine dengan menambahkan EM 4 dan 200 gram gula merah, selanjutnya tutup ember dan usahakan dalam kondisi anaerob. Penutupan dalam kondisi ini dilakukan selama 18 hari, selama 18 hari lakukan pengadukan dengan frekuensi 3 hari sekali. Pada hari 18 lakukan airasi pada masing-masing bak perlakuan selama 24 jam. Setelah dilakukan airasi lakukan pengujian pada masing-masing perlakuan. Setelah dilakukan pengujian kemas produk kedalam botol produksi dan siap dipasarkan.
Persiapan  alat dan bahan
4.1 Sekema pembuatan pupuk organik cair
Pengumpulan batang pisang dan daun lamtoro
Pembuatan ekstra batang pisang dan daun lamtoro

Penampungan Urine kelinci
 





Pencampuran urine kelinci dengan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro
           
Proses airasi selama 3 hari
Proses fermenntasi selama 21 hari
Pengemasan
Poligrow Ekstra (P1)
Pencampuran EM 4
Proses fermentasi selama 21 hari
Proses airasi selama 3 hari
Pengemasan
Poligrow (P0)
Pencampuran EM4
 








Gambar 4. Diagram alir pembuatan pupuk organik cair

3.4.2 Analisis Kandungan Hara
Analisis kandungan hara (N, P, dan K) pupuk organik cair dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pangan dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung dengan menggunakan sampel dari perlakuan P 0 dan P 1.
3.4.3 Uji Biologis
Pupuk organik cair yang sudah jadi dilakukan pengujian dengan penggunaan tanaman kangkung. Pemilihan tanaman kangkung berdasarkan masa panen yang singkat. Parameter pengamatan yang akan dilakukan yaitu berat tanaman persepuluh batang kangkung.
3.5 Jadwal Kegiatan
NO
NAMA KEGIATAN
MINGGU KE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1
Koleksi urin















2
Persiapan Alat dan bahan















3
pembuatan proposal















4
Seminar proposal















5
Ekstraksi Batang pisang dan daun lamtoro















6
Fermentasi urine















7
Pengamatan















8
Pemasaran















9
Analisis Data















10
Seminar hasil

















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.  Kondisi Fisik Pupuk Organik Cair
            Kondisi fisik (bau dan warna) pupuk organik cair(POC) dengan bahan baku urine kelinci sebelum dan sesudah fermentasi dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kondisi Fisik POC
Sampel
Kondisi fisik
Sebelum fermentasi
Sesudah fermentasi
Setelah dilakukan Airasi
P0
Bau
Menyengat
Tidak menyengat
Tidak berbau
P1
Menyengat
Tidak menyengat
Tidak berbau
P0
Warna
Kecoklatan
Kecoklatan
Kecoklatan
P1
Hijau kecoklatan
hijau kecoklatann
Hijau kecoklata
                 
            Pada tabel 5 diatas, terlihat bahwa proses fermentasi dan airasi menyebabkan perubahan pada bau pupuk organik cair (POC). Namun tidak menambah warna POC , sebelum  fermentasi P0 dan P1 memiliki bau yang menyengat, setelah dilakukan fermentasi selama 21 hari, bau menyengat berkurang pada P0 dan P1, bahkan setelah airase selama 3 hari POC pada P0 dan  P1 tidak berbau amoniak. Terjadinya penurunan bau amoniak kemungkinan disebabkan karena proses penguraian oleh mikroba selama proses fermentasi dan perlakuan airasi. Bau yang dihasilkan saat dilakukan pembuatan POC berasal dari amoniak yang terkandung pada urine kelinci yang sangat kuat. Namun amonik ini dapat berkurang dengan adanya aktifitas mikroba yang melepaskan amoniak ke udara dan  dengan dilakukannya airasi juga mampu melepas amoniak dengan adanya pertukaran atau  sirkulasi udara pada POC.
 4.2 Kandungan Hara POC
            Unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman adalah Nitrogen, Phospor, dan Kalium. Untuk mengetahui kandungan Nitrogen, Phospor, dan Klium dilakukan uji laboratorium. Hasil uji laboratorium disajikan pada tabel 6.
Tabel 6.  Kandungan N, P dan K POC
Unsur Hara
Poligrow (P0)*
Poligrow Ekstra (P1)*
N (%)
0,075
0,059
P (%)
0,059
0,069
K (%)
0,020
0,045
            Ket : *) Hasil analisis Lab. Analisis POLINELA 2015
Pada Tabel diatas terlihat bahwa poligrow memiliki kandungan nitrogen 0,075% sedangkan poligrow ekstra memiliki kandungan nitrogen 0,059%. Dari hasil tersebut dapat bahwa diketahui pemberian ekstrak batang pisang dan daun lamtoro tidak menambah kandungan nitrogen dalam POC yang dihasilkan. Kondisi ini diduga karena pada poligrow ekstra terjadi proses pencampuran urine kelinci dengan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro berbentuk cair dengan volume 2 liter pada masing-masing ekstrak sehingga terjadi pengenceran pada saat fermentasi. Namun secara keseluruhan kadungan nitrogen Poligrow dan Poligrow Ekstra memenuhi syarat sebagai POC berdasarkan peraturan Mentri Pertanian No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 untuk standar yang memiliki ambang batas sebesar <2%. Sehingga POC poligrow dan poligrow ekstra layak untuk digunakan sebagai pupuk organik cair yang baik untuk tanaman.
4.2.1 Kandungan Phospor POC
            Kandungan phospor dalam POC poligrow sebesar 0,059% dan POC poligrow ekstra sebesar 0,069%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan kandungan phospor antar poligrow dan poligrow ekstra sebesar 0,010%. Kandungan phospor tertinggi terdapat pada POC  poligrow ekstra, dengan kata lain penambahan ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro dapat meningkatkan  kandungan phospor POC. Hasi penelitian Perliansyah (2008), bahwa uji abu yang dilakukan pada batang pisang memiliki kandungan kalium  0,67%, sulfat 0,06%, dan pospor 0,20%. Dari hasil uji tersebut, ekstrak  batang pisang berperanan penting dalam peningkatan kandungan phospor pada POC poligrow ekstra. Namun demikian kandungan phospor yang dimiliki kedua pupuk organik cair organik ini cukup memenuhi persyaratan Peraturan Mentri Pertanian No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 untuk standar yang memiliki ambang batas sebesar <2%. Sehingga POC yang dihasilkan baik digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman.



4.2.2 Kandungan Kalium POC
            penambahan ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro dapat meningkatkan kandungan hara pada pupuk organik cair. Kandungan kalium poligrow tanpa ekstrak sebesar 0,020% dan poligrow ekstra dengan ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro sebesar 0,045%. Dari hasil tersebut kandungan kalium poligrow ekstra meningkat 2,25 kali lebih tinggi dibanding dengan kandungan Kalium poligrow. Menurut Ibrahim (2006) daun lamtoro yang telah dikomposkan mengandung P 0,20%, dan K 2,06%. Hasil penelitian Perliansyah (2008) bahwa uji abu pada batang pisang memiliki kandungan Kalium 0,67% sehingga menambah ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro dapat meningkatkan kandungan kalium pada POC. Suryani (2007), menyatakan bahwa batang pisang yang telah mengalami proses penguraian memiliki kandungan kalium dan magnesium yang tinggi. Dari total nilai kalium yang dimiliki pupuk organik cair urine kelinci ini mampu memenuhi persyaratan Peraturan Mentri Pertanian No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 untuk standar yang memiliki ambang batas sebesar <2% dan baik untuk kesuburan tanaman dan tidak merusak hara tanah karena penggunaannya.
4.3 Analisis Kadar Elektron POC
            Dalam pengujian kadar elektron ini adalah bertujuan untuk mengetahui atau menentukan dosis pengenceran sehingga POC dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman. Apabila pengenceran tidak dilakukan maka kandungan yang dimiliki oleh pupuk akan sulit dimanfaatkan oleh kebutuhan tanaman.
 Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 10 ml poligrow dan 10 ml Poligrow ekstra yang dilarutkan pada air dan dilakukan penghantaran listrik bertegangan 220 volt dan diukur daya hantar yang mampu dilakukan oleh masing-masing sempel dengan menggunakan voltmeter. Air sendiri mampu menghantarkan listrik 210 volt apabila dialiri listrik sebesar 220 volt. Kemampuan daya hantar air ini digunakan sebagai batas minimal kemampuan pupuk untuk menghantarkan listrik. Pengujian ini dilakukan secara bertahap pada takaran air 10 ml (1:1), 100 ml (1:10), 1000 ml (1:100), dan 10.000 ml (1:1000) Data yang dihasilkan dari pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawa
Tabel 7. Hasil Pengujian Elektron POC Yang Dialiri Listrik Bertegangan 220 Volt.
Air (ml)
Poligrow (Volt)
Poligrow Ekstra
 (Volt)
10 (1:1)
220
220
100 (1:10)
220
220
1000 (1:100)
215
215
10000 (1:1000)
210
210

Pada Tabel 7 diatas terlihat bahwa daya hantar listrik POC poligrow setara dengan daya hantar listrik POC poligrow ekstra pada pengenceran 1:1 – 1:10 sebesar 220 volt, 1:100 sebesar 215 volt, 1:1000 sebesar 210 volt. Pada pengenceran 1 : 1 sampai 1:10 sebesar 220 volt artinya pupuk masih terlalu tinggi kandungan elektronnya dan kemungkinan akan sulit untuk diserap oleh tanaman. Sedangkan pada pengenceran 1 : 100 kemampuan daya hantar yang mampu dilakukan oleh poligrow ekstra dan poligrow hanya 210 volt atau sama dengan daya hantar listrik oleh air. Hal ini berarti dengan pengenceran 1 : 1000 manfaat atau kandungan yang mampu diberikan pupuk kepada tanaman sama dengan air dimana kandungan dari pupuk sudah tidak memiliki manfaat pada pengenceran tersebut. Pada pengenceran 1 : 100  kemampuan poligrow dan poligrow ekstra  dalam menghasntarkan listrik adalah 215 volt. Data ini artinya dalam pengenceran tersebut manfaat atau kandungan yang dimiliki pupuk masih dapat diperoleh dengan kemudahan penyerapan. Dari hasil uji elekteron diatas  perlakuan pengenceran 1 : 100 akan lebih baik dilakukan agar manfaatnya dapat dengan mudah diserap oleh tanaman .
4.4 Uji Biologis
            Uji biologis ini dilakukan dengan menggunakan tanaman kengkung. Tanaman kangkung dipilih karena tanaman ini memiliki siklus hidup yang lebih cepat dan peka terhadap perlakuan pemupukan. Berdasarkan uji biologis didapatkan data sebagai berikut.
Tabel 8. Hasil Uji Biologis POC pada Tanaman Kangkung
No.
Jenis Pupuk Organik cair
Berat kangkung
(gr/10 btng)
Rata-rata tinggi batang (cm)
1.
Kontrol (tanpa POC)
43,4
36,5
2.
Poligrow (P0)
67,8
49,4
3.
Poligrow Ekstra (P1)
63,6
39,6



           



Gambar 1. Tanaman kangkung hasil uji POC.
Pada Tabel 10, aplikasi POC (tanpa ekstra batang pisang dan ekstra daun lamtoro) memberikan hasil yang lebih baik pada pertumbuhan tanaman kangkung dibanding aplikasi POC yang ditambahkan ekstra batang pisang dan daun lamtoro  serta pada tanaman kangkung tanpa aplikasi POC.
Rataan tinggi tanaman kangkung yang diberi poligrow (tanpa ekstra) 49,4 cm, sedangkan tinggi tanaman yang diberi poligrow (ekstra) 39,6 cm dan tinggi tanaman tanpa kontrol 36,5 cm. Rataan berat kangkung per-10 batang yang diberi poligrow (tanpa ekstra) 67,8 gram, sedangkan berat tanaman yang diberi poligrow (ekstra) 63,6 gram dan berat tanaman kangkung tanpa kontrol 43,3 gram. Kemudian untuk rataan jumlah daun tanaman kangkung yang diberi poligrow (tanpa ekstra) 9 helai, sedangkan rataan jumlah daun tanaman kangkung yang diberi poligrow (ekstra) 9,3 helai dan rataan jumlah daun tanaman kangkung tanpa kontrol 8,5 helai.
Dari perbedaan diatas penggunaan poligrow (tanpa ekstra) memberikan hasil yang lebih baik pada pertumbuhan tanaman kangkung. Hal ini disebabkan karena tanaman kangkung merupakan tanaman yang masa produksinya singkat dan dipanen pada fase vegetatif (fase bertumbuh tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina) produksi dari tanaman kangkung adalah produksi daunnya sebagai sayur. Karena produktifitas kangkung adalah daun, maka hara yang paling berperan didalam masa pertumbuhan adalah hara nitrogen. Dari Tabel 6 poligrow memiliki kandungan nitrogen lebih tinggi dibanding poligrow ekstra. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian setiyati (1988), dimana pemberian nitrogen yang cukup akan mempercepat laju penambahan dan pemanjangan sel, pertumbuhan akar, batang, dan daun berlangsung lebih cepat. Sedangkan keunggulan dari poligrow ekstra adalah dari kandungan P dan K. Sutejo (1990) menyatakan fungsi dari unsur hara P adalah sebagai perangsang bunga, mempercepat pembuahan, dan meningkatkan bobot biji dan Pranata (2004) menyatakan K berfungsi sebagai penguat batang , tangkai buah dan menguatkan kulit biji. Sehingga poligrow ekstra lebih direkomendasikan untuk digunakan sebagai pupuk organik cair menjelang fase generatif.
4.5 Analisa Biaya Sederhana
            Selain melakukan pengujian terhadap pupuk organik cair yang dihasilkan, tujuan lain dari PM ini adalah meningkatkan nilai jual limbah urine kelinci dengan penambahan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro. Jika pupuk organik cair ini dijual dengan harga Rp 30.000/ jerigen maka akan mendapatkan hasil yang cukup besar. Harga ini ditentukan berdasarkan biaya produksi, pengujian dan pemasaran. Berikut adalah  analisis ekonomi sederhana pada pembuatan pupuk organik cair dari urine kelinci dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro.
Tabel 9. Biaya Produksi Pupuk Organik Cair
No.
Nama Bahan dan Alat
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
Jumlah Harga (Rp)
1.
Persiapan Bahan




    Urine Kelinci
60
liter
3.000
180.000
2.
Pencampuran Bahan
 - Alat
   Ember
2
unit
60.000
120.000
   Jerigen
1
unit
50.000
50.000
      Airrator
1
unit
45.000
45.000
   Botol pengemas
60
unit
300.000
300.000
   Label
120
lembar
100.000
100.000
 - Bahan
    EM-4
1
botol
19.000
19.000
    Batang Pisang
15
kg
500
7.500
    Daun Lamtoro
7,5
kg
1.000
7.500
    Gula merah
2
buah
1.500
3.000

Total
832.000
1.                         BEP harga
                                                            
=Rp 13.866,-/jerigen
2.Pendapatan     = 60 jerigen x 30.000
= Rp 1.800.000,-
2.      B/C           
                                                                    
= 2,16
                        Dari hasil perhitungan diatas  usaha produksi pupuk organik cair dari urin kelinci dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro, dari setiap Rp 1,- yang kita keluarkan kita kan mendapatkan Rp 2,16,-. Maka usaha ini layak untuk dijalankan.





















V.        KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
                        Dari hasil PM yang kami lakukan dapat disimpulkan :
1.      Pupuk organik cair urine kelinci yang ditambahkan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro tidak mengalami penambahan pada kandungan N dan mengalami penambahan P sebanyak 0,010 % dan K sebanyak 0,020%.
2.      Analisis ekonomi pada produksi pupuk organik cair urine kelinci dengan penambahan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro sangat layak dijalankan sebagai usaha karena setiap Rp 1,- yang kita keluarkan mampu menghasilkan Rp 2,16,-.
5.2 Saran
1.      Poligrow baik digunakan untuk tanaman vegetatif dan poligrow ekstra digunakan untuk tanaman generatif.
2.      Dosis yang dalam penggunaan poligrow dan poligrow ekstra sebaiknya menggunakan pengenceran 1 : 100.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar