PRODUKSI PUPUK ORGANIK CAIR DARI
URIN KELINCI
DENGAN PENAMBAHAN BATANG PISANG DAN
DAUN LAMTORO
( Laporan Proyek Mandiri)
Oleh :
Jatmiko
Anto Yuono NPM 13741037
K.
Bratha Kusuma SD NPM 13741039
Lia
Fitriana Dewi NPM
13741040
Nana
Septiana NPM
13741046
Samuel
Sundoko NPM
13741053
Setia
Rani NPM
13741054
POLITEKNIK
NEGERI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pupuk organik adalah pupuk yang berbahan dasar dari alam dan tidak
menggunakan bahan kimia sintetis, pupuk organik bertujuan untuk memperbaiki
struktur tanah, mengembalikan kesuburan tanah, menjaga kontaminasi kimia,
melestarikan alam dan menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan menggunakan pupuk
organik unsur hara dalam tanah akan terjaga dan dapat mudah terserap oleh
tanaman sehingga kebutuhan unsur hara akan terpenuhi dengan tanah yang
diperlakukan dengan cara organik.
Pupuk organik terdiri dari Pupuk
organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan- bahan organik yang
difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan
bakunya dari material organik yang belum terkomposkan. Unsur hara yang
terkadung dalam larutan pupuk cair dengan cara fermentasi ini benar-benar
berbentuk cair, sehingga larutannya lebih stabil. Oleh karena itu, sifat dan
karakteristiknya pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat
yang dilarutkan kedalam air.
Salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai pupuk organik cair adalah urine kelinci. Urine kelinci
memiliki kelebihan pada kandungan unsur hara baik mikro maupun makro melibihi
kandungan yang dimiliki urine sapi,
kambing, dan domba. Oleh karena itu banyak orang yang memanfaatkan limbah urine
kelinci sampai menjualnya dengan harga tinggi. Urine kelinci merupakan cairan
yang mampu memberikan suplai nitrogen yang cukup tinggi bagi tanaman, hal ini
disebabkan tingginya kadar nitrogen yang terdapat didalamnya. Kandungan unsur
hara makro dan mikro urine kelinci memiliki unsur N P K rata-rata (N) 2,72%,
(P) 1,1%, dan (K) 0,5%.
Meskipun kandungan urine kelinci
lebih baik dari ternak lain, namun masih mungkin untuk ditingkatkan unsur
haranya. Dibandingkan dengan pupuk oganik padat, POC mengandung nutrisi yang
lebih kecil sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas nutrisinya. Untuk mendukung
kandungan unsur hara dalam urine kelinci perlu ditambahkan dengan batang pisang
dan daun lamtoro karena batang pisang banyak mengandung P, sedangkan daun lamtoro
banyak mengandung unsur N. Dengan demikian diharapkan penambahan batang pisang
dan daun lamtoro mampu meningkatkan unsur hara pada produksi pupuk cair.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari Proyek Mandiri ini adalah untuk memproduksi pupuk organik cair dari urin kelinci
dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro serta menganalisis usaha dari
produksi pupuk organik cair.
1.3 Kerangka
Pemikiran
Batang pisang dan daun lamtoro memiliki kandungan nutrisi
yang berpotensi untuk kesuburan tanah. Dengan kandungan batang pisang yang
memiliki pH KCl 7.85, P
2.38%, P tersedia 0.48%, K tersedia 5.46% ( Suryani, 2007) dan kandungan hara
pada daun lamtoro setelah mengalami penguraian memiliki N (3.84%), P (0.2%), dan K (2.06%)(Ibrahim
dkk, 2002). Memanfaatkan
limbah urine kelinci dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro untuk
dijadikan pupuk organik cair, dengan
kandungan yang dimiliki masing-masing limbah diharapkan mampu menghasilkan pupuk organik cair
dengan kandungan hara yang
baik untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu dengan pengolahan limbah menjadi pupuk akan mampu meningkatkan
harga jual dari limbah.
1.4 Kontribusi
Kegiatan
Proyek Mandiri ini diharapkan dapat memberikan wawasan peternak dan petani dalam pengolahan limbah
sehingga dapat lebih bermanfaat dan tidak menjadi limbah yang dapat mencemari
lingkungan selain itu juga dapat menjadi pendapatan tambahan bagi
peternak kelinci.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pupuk Organik Cair
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi
makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk
organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak
bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat
berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan,
tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri
yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah) (Ayub.S, 2004).
Pupuk
Organik Cair adalah zat penyubur tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik
dan berwujud cair. Pupuk cair merupakan salah satu jenis proses fermentasi. Pupuk
organik cair memiliki manfaat bagi tanaman yaitu Untuk menyuburkan tanaman,
Untuk menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah, Untuk mengurangi dampak sampah
organik di lingkungan sekitar, Untuk membantu revitalisasi produktivitas tanah,
Untuk meningkatkan kualitas produk sayuran (Suriadikarta, 2006)
Adapun standar kualitas unsur makro pupuk
organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Standart Mutu Pupuk Organik Cair (POC)
Parameter
|
Satuan
|
Persyaratan
Teknis
|
Keterangan
|
C-Organik
|
%
|
>= 4
< 2
|
kandungan c-organik
jika >2% didugasudah
mengandungkimia anorganik
salmonela harusnegatif karena
tingkat bahayanya
tingkat keaktifan bakteri
ph yang terlalu basa atau
asam tidak baik untuk tanah
|
N, P, K
|
%
|
||
Pstogen
Mikroba
|
cfu/g
|
< 102
|
|
Fungsional
|
cfu/g
|
-
|
|
pH
|
-
|
4-8
|
Keunggulan dari pupuk organik
cair yaitu : (a) Mudah untuk membuatnya, (b) Murah harganya, (c) Tidak ada efek
samping bagi lingkungan maupun tanaman, (d) Bisa juga dimanfaatkan untuk
mengendalikan hama pada daun (bio-control), seperti ulat pada tanaman sayuran.
(e) Aman karena tidak meninggalkan residu, dapat menjadi pestisida organik (Suriadikarta, 2006).
Kelemahan
yang umum terdapat pada pupuk organik/ hayati cair, yaitu : (a)
Nutrisi yang terkandung sedikit. Umumnya nutrisi yang ada berupa tambahan bahan
kimia seperti pupuk NPK dan Urea, (b) Seringkali menghasilkan gas (kemasan
rusak) dan bau tidak sedap (busuk), (c) Tidak tahan lama (kurang dari setahun),
(d) Masalah dalam transportasi dan penyimpanan, (e) Hasilnya tidak bisa
diproduksi secara masal(Suriadikarta, 2006).
Bahan
baku pupuk cair yang sangat bagus yaitu bahan organic basah atau bahan organic
yang mempunyai kandungan air tinggi seperti sisa buah-buah dan sisa sayuran
(wortel, labu, sawi,selada, kulit jeruk, pisang, durian, kol). Semakin besar
kandungan selulosa dari bahan organic (C/N ratio) maka proses penguraian oleh
bakteri akan semakin lama. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini kaya nutrisi
yang dibutuhkan tanaman (Djuarni, 2006).
Kompos
cair bisa diberikan kepada tanaman maupun media tanam (tanah). Akan tetapi akan
lebih efektif jika disemprotkan langsung ke daun, terutama permukaan bawahnya.
Cara ini lebih efektif karena bagian permukaan bawah daun dapat menyerap
nutrisi dengan cepat dan efektif. Karenanya, aplikasi langsung ke daun akan
memberikan efek kesuburan lebih cepat terlihat dibanding disemprotkan ke bagian
lain dari tanaman. Tidak hanya itu, pemberian kompos cair sebagai pupuk pada
tanaman, juga lebih efisien. Sebab jumlah (volume) yang diberikan cukup
kecil (Djuarni, 2006).
2.2 Urine Kelinci
Peternakan
kelinci adalah usaha yang bergerak pada
bidang pemeliharaan dan penyediaan kelinci berkualitas, baik yang dimanfaatkan
dari segi keindahan sebagai hewan kesayangan ataupun sebagai hewan penghasil
daging. Perkembangan kelinci yang cepat membuat budidaya kelinci ini semakin diminati. Urine kelinci dapat dijadikan sebagai pupuk cair
organik yang sangat bermanfaat
untuk tanaman. Pupuk cair lebih mudah dimanfaatkan tanaman karena unsur-unsur
didalamnya mudah terurai. Selain dapat
memperbaiki struktur tanah (Saefudin, 2009)
Selain diambil keindahan dan
dagingnya, limbah kelinci juga
dapat menghasilkan nilai tambah apabila dilakukan pengolahan dengan baik. Melihat limbah yang dihasilkan kelinci
dalam populasi seratus ekor menghasilkan
feses 25 kg/ hari dan per ekor kelinci menghasilkan urine 0,5 liter/ hari
(Mansur, 2010), ini berpeluang menjadi limbah yang dapat mencemari lingkungan
bila tidak dilakukan pengolahan dengan baik. Kandungan yang ada dalam urine
kelinci meliputi N (2,72), P (1,1), dan K (0,5) cukup tinggi dibandingkan
dengan kandungan pada ternak lain (Tabel 1) sehingga baik digunakan sebagai
bahan baku teknologi terapan seperti pupuk kompos
dan pupuk organic cair (Kartadisastra, 1997). Berikut adalah table kandungan
hara feses dan urine beberapa jenis ternak.
Tabel 2.
Kandungan unsure hara dalam feses dan
urine beberapa jenis ternak
Jenis ternak
|
Unsur Hara
|
|
||
N (%)
|
P(%)
|
K (%)
|
H2O (%)
|
|
Kuda (padat)
Kerbau (padat)
Sapi (padat)
Domba (padat)
Babi (padat)
Ayam
Kelinci muda ( urine )
Kelinci dewasa (urine)
|
0,55
0,60
0,40
0,75
0,90
0,40
1,60-2,00
2,72
|
0,30
0,30
0,20
0,50
0,35
0,10
0,43-1,30
1,10
|
0,40
0,34
0,10
0,45
0,40
0,45
0,40-1,00
0,50
|
75,00
85,00
85,00
60,00
80,00
97,00
44,7-32,50
55,30
|
Sumber : Trubus (1996)
Urine
juga dikenal sebagai sumber bahan organik
yang memiliki potensi baik untuk tanaman. Didalam urine kelinci terkandung
hormon yang dapat dimanfaatkan tanaman untuk bertumbuh, diantaranya hormone
auxin dan hormone giberlin. Kandungan pada urine kelinci juga dapat digunakan
sebagai pengawet kesuburan tanah dan memperbaiki unsure hara pada tanah (Noor,
1996).
2.2 Limbah Batang Pisang
Batang
pisang merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
alternatif dan sebagai bahan dalam pembuatan pupuk organik. Perliansyah (2008) mengatakan bahwa uji abu
yang dilakukan pada batang pisang memiliki kandungan kalium 0,67%, sulfat 0,06%, dan pospor 0,20%. Suryani
(2007) juga menyatakan bahwa batang pisang yang telah mengalami proses
pembusukan memiliki kandungan kalium dan magnesium yang tinggi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Abd El-Naby (2000), kompos batang pisang yang
diaplikasikan ke tanaman pisang mampu memberikan serapan kalium sehingga buah
yang dihasilkan memiliki kandungan kalium yang cukup tinggi. Dari hasil
penelitian diatas memungkinkan batang
pisang dapt dijadikan bahan sumber kalium dalam pembuatan pupuk organik.
2.3
Daun Lamtoro
Tanaman lamtoro atau sering disebut
juga petai cina merupakan salah satu
jenis tanaman yang mudah untuk dijumpai. Dengan bentuk daun kecil bulat
berpasangan, memiliki batang kayu, memiliki jenis perakaran tunggang dan memiliki
jenis buah polong. Daun lamtoro sering dimanafaatkan sebagai pakan ternak.
Selain dijadikan pakan ternak daun
lamtoro juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Setelah dilakukan
pengomposan Kandungan yang ada didalam daun lamtoro yaitu N 3,84%, P 0,20%, dan
K 2,06% (Ibrahim, 2006). Ini memungkinkan daun lamtoro untuk dijadikan bahan
organik sumber nitrogen pada pembuatan pupuk organik cair. Penggunaan nitrogen
akan mempercepat proses pembelahan dan pertumbuhan sel, akar, batang, dan daun
sehingga dapat berlangsung dengan cepat ( Setyati, 1988). Penelitian Haryanto,
(2000) menunjukkan bahwa penggunaan
ekstrak daun lamtoro sebagai sumber nitrogen pada tanaman sawi dapat memacu
pertumbuhan dan mampu menghasilkan
tanaman sawi segar dengan produksi yang baik.
III. METODE
PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan
Proyek Mandiri akan dilaksanakan di kandang Politeknik Negeri Lampung,
Laboratorium Teknologi Hasil Pangan, dan Laboratorium Analisis Politeknik
Negeri Lampung. Kegiatan akan dilaksanakan pada Oktober sampai Desember 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan
bahan yang digunakan dalam kegiatan proyek mandiri terdapat pada tabel 2 dan 3
:
Tabel
3. Alat Yang Digunakan Untuk Produksi Pupuk Organik Cair (POC)
NO
|
ALAT
|
JUMLAH
|
1
|
Derigen
|
1 unit
|
2
|
Ember
|
2 unit
|
3
|
Kayu pengaduk
|
2 buah
|
4
|
Airrator
|
2 unit
|
5
|
Saringan
|
1 buah
|
6
|
Mesin grinding
|
1 unit (sewa)
|
7
|
Gelas Takar
|
1 buah
|
8
|
Botol Pengemas
|
60 buah
|
9
|
Label
|
12 lembar
|
Tabel 4. Bahan Yang Digunakan Dalam Produksi Pupuk
Organik Cair (POC)
NO
|
BAHAN
|
JUMLAH
|
1
|
Urine kelinci
|
60 liter
|
2
|
Batang pisang
|
15 Kg
|
3
|
Daun lamtoro
|
7,5 Kg
|
4
|
Larutan gula
|
250 Gram
|
5
|
EM4
|
150 Cc
|
6
|
Air bersih
|
3 Liter
|
3.3 Metode Pelaksanaan
1.
Penggunaan bahan baku pada tabel pupuk organik cair urin kelinci dibagi
menjadi dua perlakuan yaitu :
P 0. 30 liter urin kelinci ditambahkan dengan EM4
P 1. 30 liter urine kelinci dengan ditambahkan daun
lamtoro dan batang pisang
2.
Batang pisang dan daun lamtoro yang akan digunakan terlebih dahulu
dilakukan metode maserasi.
Prinsip
maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan serbuk dalam pelarut
yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindungi dari cahaya.
Metode ini diplih karena prosesnya lebih mudah dan peralatan yang digunakan
lebih sederhana.
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pembuatan Pupuk Organik Cair
Dalam pembuatan pupuk organik
cair yang pertama dilakukan adalah melakukan ekstraksi daun lamtoro dan batang
pisang yang telah dikumpulkan dan dicacah dengan melakukan perendaman dengan
air dan mengendapkan hasil rendaman selama 12 jam. Selanjutnya melakukan penampungan
urine kelinci yang sudah dikumpulkan kedalam dua buah ember perlakuan yaitu
ember P 0 untuk perlakuan kontrol (tanpa penambahan batang pisang dan daun
lamtoro) dan ember P 1 untuk perlakuan ditambahkan ekstrak batang pisang dan
daun lamtoro. Setelah endapan batang pisang dan daun lamtoro didapat, masukkan
endapan kedalam ember P 1 lalu dilakukan pengadukan dengan ditambahkan EM 4
sebagai setarter dan tambahkan 200 gram gula merah, selanjutnya tutup rapat
ember dan usahakan dalam kondisi anaerob. Sedangkan pada ember P 0 lakukan
pengadukan urine dengan menambahkan EM 4 dan 200 gram gula merah, selanjutnya
tutup ember dan usahakan dalam kondisi anaerob. Penutupan dalam kondisi ini dilakukan
selama 18 hari, selama 18 hari lakukan pengadukan dengan frekuensi 3 hari
sekali. Pada hari 18 lakukan airasi pada masing-masing bak perlakuan selama 24
jam. Setelah dilakukan airasi lakukan pengujian pada masing-masing perlakuan.
Setelah dilakukan pengujian kemas produk kedalam botol produksi dan siap
dipasarkan.
Persiapan alat dan bahan
|
Pengumpulan
batang pisang dan daun lamtoro
|
Pembuatan
ekstra batang pisang dan daun lamtoro
|
Penampungan
Urine kelinci
|
Pencampuran
urine kelinci dengan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro
|
Proses
airasi selama 3 hari
|
Proses
fermenntasi selama 21 hari
|
Pengemasan
|
Poligrow
Ekstra (P1)
|
Pencampuran EM 4
|
Proses
fermentasi selama 21 hari
|
Proses
airasi selama 3 hari
|
Pengemasan
|
Poligrow (P0)
|
Pencampuran
EM4
|
Gambar 4. Diagram
alir pembuatan pupuk organik cair
3.4.2 Analisis Kandungan Hara
Analisis
kandungan hara (N, P, dan K) pupuk organik cair dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Pangan dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung
dengan menggunakan sampel dari perlakuan P 0 dan P 1.
3.4.3 Uji
Biologis
Pupuk organik
cair yang sudah jadi dilakukan pengujian dengan penggunaan tanaman kangkung.
Pemilihan tanaman kangkung berdasarkan masa panen yang singkat. Parameter
pengamatan yang akan dilakukan yaitu berat tanaman persepuluh batang kangkung.
3.5 Jadwal Kegiatan
NO
|
NAMA KEGIATAN
|
MINGGU KE
|
||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
||
1
|
Koleksi
urin
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Persiapan
Alat dan bahan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
pembuatan
proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Seminar
proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Ekstraksi
Batang pisang dan daun lamtoro
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Fermentasi
urine
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Pengamatan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Pemasaran
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Analisis Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10
|
Seminar hasil
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Fisik Pupuk Organik Cair
Kondisi fisik (bau dan warna) pupuk organik cair(POC) dengan bahan baku
urine kelinci sebelum dan sesudah fermentasi dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel
5. Kondisi Fisik POC
Sampel
|
Kondisi fisik
|
Sebelum fermentasi
|
Sesudah fermentasi
|
Setelah dilakukan Airasi
|
P0
|
Bau
|
Menyengat
|
Tidak menyengat
|
Tidak berbau
|
P1
|
Menyengat
|
Tidak menyengat
|
Tidak berbau
|
|
P0
|
Warna
|
Kecoklatan
|
Kecoklatan
|
Kecoklatan
|
P1
|
Hijau kecoklatan
|
hijau kecoklatann
|
Hijau kecoklata
|
Pada
tabel 5 diatas, terlihat bahwa proses fermentasi dan airasi menyebabkan
perubahan pada bau pupuk organik cair (POC). Namun tidak menambah warna POC , sebelum
fermentasi P0 dan P1 memiliki bau yang
menyengat, setelah dilakukan fermentasi selama 21 hari, bau menyengat berkurang
pada P0 dan P1, bahkan setelah airase selama 3 hari POC pada P0 dan P1 tidak berbau amoniak. Terjadinya penurunan
bau amoniak kemungkinan disebabkan karena proses penguraian oleh mikroba selama
proses fermentasi dan perlakuan airasi. Bau yang dihasilkan saat dilakukan
pembuatan POC berasal dari amoniak yang terkandung pada urine kelinci yang
sangat kuat. Namun amonik ini dapat berkurang dengan adanya aktifitas mikroba
yang melepaskan amoniak ke udara dan
dengan dilakukannya airasi juga mampu melepas amoniak dengan adanya
pertukaran atau sirkulasi udara pada
POC.
4.2 Kandungan Hara POC
Unsur
hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman adalah Nitrogen, Phospor, dan Kalium.
Untuk mengetahui kandungan Nitrogen, Phospor, dan Klium dilakukan uji
laboratorium. Hasil uji laboratorium disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Kandungan
N, P dan K POC
Unsur Hara
|
Poligrow (P0)*
|
Poligrow Ekstra (P1)*
|
|
N (%)
|
0,075
|
0,059
|
|
P (%)
|
0,059
|
0,069
|
|
K (%)
|
0,020
|
0,045
|
Ket : *) Hasil analisis Lab.
Analisis POLINELA 2015
Pada Tabel diatas terlihat
bahwa poligrow memiliki kandungan nitrogen 0,075% sedangkan poligrow ekstra
memiliki kandungan nitrogen 0,059%. Dari hasil tersebut dapat bahwa diketahui
pemberian ekstrak batang pisang dan daun lamtoro tidak menambah kandungan
nitrogen dalam POC yang dihasilkan. Kondisi ini diduga karena pada poligrow
ekstra terjadi proses pencampuran urine kelinci dengan ekstrak batang pisang
dan daun lamtoro berbentuk cair dengan volume 2 liter pada masing-masing
ekstrak sehingga terjadi pengenceran pada saat fermentasi. Namun secara
keseluruhan kadungan nitrogen Poligrow dan Poligrow Ekstra memenuhi syarat
sebagai POC berdasarkan peraturan Mentri Pertanian No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009
untuk standar yang memiliki ambang batas sebesar <2%. Sehingga POC poligrow
dan poligrow ekstra layak untuk digunakan sebagai pupuk organik cair yang baik
untuk tanaman.
4.2.1 Kandungan Phospor POC
Kandungan phospor dalam POC poligrow
sebesar 0,059% dan POC poligrow ekstra sebesar 0,069%. Dari hasil ini dapat
diketahui bahwa terjadi perbedaan kandungan phospor antar poligrow dan poligrow
ekstra sebesar 0,010%. Kandungan phospor tertinggi terdapat pada POC poligrow ekstra, dengan kata lain penambahan
ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro dapat meningkatkan kandungan phospor POC. Hasi penelitian
Perliansyah (2008), bahwa uji abu yang dilakukan pada batang pisang memiliki
kandungan kalium 0,67%, sulfat 0,06%,
dan pospor 0,20%. Dari hasil uji tersebut, ekstrak batang pisang berperanan penting dalam
peningkatan kandungan phospor pada POC poligrow ekstra. Namun demikian kandungan
phospor yang dimiliki kedua pupuk organik cair organik ini cukup memenuhi
persyaratan Peraturan Mentri Pertanian No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 untuk
standar yang memiliki ambang batas sebesar <2%. Sehingga POC yang dihasilkan
baik digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman.
4.2.2 Kandungan Kalium POC
penambahan ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro
dapat meningkatkan kandungan hara pada pupuk organik cair. Kandungan kalium
poligrow tanpa ekstrak sebesar 0,020% dan poligrow ekstra dengan ekstrak batang
pisang dan ekstrak daun lamtoro sebesar 0,045%. Dari hasil tersebut kandungan
kalium poligrow ekstra meningkat 2,25 kali lebih tinggi dibanding dengan
kandungan Kalium poligrow. Menurut Ibrahim (2006) daun lamtoro yang telah
dikomposkan mengandung P 0,20%, dan K 2,06%. Hasil penelitian Perliansyah
(2008) bahwa uji abu pada batang pisang memiliki kandungan Kalium 0,67%
sehingga menambah ekstrak batang pisang dan ekstrak daun lamtoro dapat
meningkatkan kandungan kalium pada POC. Suryani (2007), menyatakan bahwa batang
pisang yang telah mengalami proses penguraian memiliki kandungan kalium dan
magnesium yang tinggi. Dari total nilai kalium yang dimiliki pupuk organik cair
urine kelinci ini mampu memenuhi persyaratan Peraturan Mentri Pertanian
No.28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009 untuk standar yang memiliki ambang batas
sebesar <2% dan baik untuk kesuburan tanaman dan tidak merusak hara tanah
karena penggunaannya.
4.3 Analisis Kadar Elektron POC
Dalam pengujian kadar elektron ini adalah bertujuan untuk
mengetahui atau menentukan dosis pengenceran sehingga POC dapat dimanfaatkan
secara maksimal oleh tanaman. Apabila pengenceran tidak dilakukan maka
kandungan yang dimiliki oleh pupuk akan sulit dimanfaatkan oleh kebutuhan
tanaman.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 10
ml poligrow dan 10 ml Poligrow ekstra yang dilarutkan pada air dan dilakukan
penghantaran listrik bertegangan 220 volt dan diukur daya hantar yang mampu
dilakukan oleh masing-masing sempel dengan menggunakan voltmeter. Air sendiri
mampu menghantarkan listrik 210 volt apabila dialiri listrik sebesar 220 volt.
Kemampuan daya hantar air ini digunakan sebagai batas minimal kemampuan pupuk
untuk menghantarkan listrik. Pengujian ini dilakukan secara bertahap pada
takaran air 10 ml (1:1), 100 ml (1:10), 1000 ml (1:100), dan 10.000 ml (1:1000)
Data yang dihasilkan dari pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawa
Tabel
7. Hasil Pengujian Elektron POC Yang Dialiri Listrik Bertegangan 220 Volt.
Air (ml)
|
Poligrow (Volt)
|
Poligrow Ekstra
(Volt)
|
10 (1:1)
|
220
|
220
|
100 (1:10)
|
220
|
220
|
1000 (1:100)
|
215
|
215
|
10000 (1:1000)
|
210
|
210
|
Pada Tabel 7 diatas terlihat
bahwa daya hantar listrik POC poligrow setara dengan daya hantar listrik POC poligrow
ekstra pada pengenceran 1:1 – 1:10 sebesar 220 volt, 1:100 sebesar 215 volt,
1:1000 sebesar 210 volt. Pada pengenceran 1 : 1 sampai 1:10 sebesar 220 volt
artinya pupuk masih terlalu tinggi kandungan elektronnya dan kemungkinan akan
sulit untuk diserap oleh tanaman. Sedangkan pada pengenceran 1 : 100 kemampuan
daya hantar yang mampu dilakukan oleh poligrow ekstra dan poligrow hanya 210
volt atau sama dengan daya hantar listrik oleh air. Hal ini berarti dengan
pengenceran 1 : 1000 manfaat atau kandungan yang mampu diberikan pupuk kepada
tanaman sama dengan air dimana kandungan dari pupuk sudah tidak memiliki
manfaat pada pengenceran tersebut. Pada pengenceran 1 : 100 kemampuan poligrow dan poligrow ekstra dalam menghasntarkan listrik adalah 215 volt.
Data ini artinya dalam pengenceran tersebut manfaat atau kandungan yang
dimiliki pupuk masih dapat diperoleh dengan kemudahan penyerapan. Dari hasil
uji elekteron diatas perlakuan
pengenceran 1 : 100 akan lebih baik dilakukan agar manfaatnya dapat dengan
mudah diserap oleh tanaman .
4.4 Uji Biologis
Uji biologis ini dilakukan dengan menggunakan tanaman
kengkung. Tanaman kangkung dipilih karena tanaman ini memiliki siklus hidup
yang lebih cepat dan peka terhadap perlakuan pemupukan. Berdasarkan uji
biologis didapatkan data sebagai berikut.
Tabel
8. Hasil Uji Biologis POC pada Tanaman Kangkung
No.
|
Jenis Pupuk Organik cair
|
Berat kangkung
(gr/10 btng)
|
Rata-rata tinggi batang (cm)
|
1.
|
Kontrol (tanpa POC)
|
43,4
|
36,5
|
2.
|
Poligrow (P0)
|
67,8
|
49,4
|
3.
|
Poligrow Ekstra (P1)
|
63,6
|
39,6
|
Gambar 1. Tanaman kangkung hasil uji POC.
Pada Tabel 10, aplikasi POC
(tanpa ekstra batang pisang dan ekstra daun lamtoro) memberikan hasil yang
lebih baik pada pertumbuhan tanaman kangkung dibanding aplikasi POC yang
ditambahkan ekstra batang pisang dan daun lamtoro serta pada tanaman kangkung tanpa aplikasi
POC.
Rataan tinggi tanaman kangkung
yang diberi poligrow (tanpa ekstra) 49,4 cm, sedangkan tinggi tanaman yang
diberi poligrow (ekstra) 39,6 cm dan tinggi tanaman tanpa kontrol 36,5 cm.
Rataan berat kangkung per-10 batang yang diberi poligrow (tanpa ekstra) 67,8
gram, sedangkan berat tanaman yang diberi poligrow (ekstra) 63,6 gram dan berat
tanaman kangkung tanpa kontrol 43,3 gram. Kemudian untuk rataan jumlah daun
tanaman kangkung yang diberi poligrow (tanpa ekstra) 9 helai, sedangkan rataan
jumlah daun tanaman kangkung yang diberi poligrow (ekstra) 9,3 helai dan rataan
jumlah daun tanaman kangkung tanpa kontrol 8,5 helai.
Dari perbedaan diatas
penggunaan poligrow (tanpa ekstra) memberikan hasil yang lebih baik pada
pertumbuhan tanaman kangkung. Hal ini disebabkan karena tanaman kangkung
merupakan tanaman yang masa produksinya singkat dan dipanen pada fase vegetatif
(fase bertumbuh tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina) produksi
dari tanaman kangkung adalah produksi daunnya sebagai sayur. Karena produktifitas
kangkung adalah daun, maka hara yang paling berperan didalam masa pertumbuhan
adalah hara nitrogen. Dari Tabel 6 poligrow memiliki kandungan nitrogen lebih
tinggi dibanding poligrow ekstra. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
setiyati (1988), dimana pemberian nitrogen yang cukup akan mempercepat laju
penambahan dan pemanjangan sel, pertumbuhan akar, batang, dan daun berlangsung
lebih cepat. Sedangkan keunggulan dari poligrow ekstra adalah dari kandungan P
dan K. Sutejo (1990) menyatakan fungsi dari unsur hara P adalah sebagai
perangsang bunga, mempercepat pembuahan, dan meningkatkan bobot biji dan
Pranata (2004) menyatakan K berfungsi sebagai penguat batang , tangkai buah dan
menguatkan kulit biji. Sehingga poligrow ekstra lebih direkomendasikan untuk
digunakan sebagai pupuk organik cair menjelang fase generatif.
4.5 Analisa Biaya Sederhana
Selain
melakukan pengujian terhadap pupuk organik cair yang dihasilkan, tujuan lain
dari PM ini adalah meningkatkan nilai jual limbah urine kelinci dengan
penambahan ekstrak batang pisang dan daun lamtoro. Jika pupuk organik cair ini
dijual dengan harga Rp 30.000/ jerigen maka akan mendapatkan hasil yang cukup
besar. Harga ini ditentukan berdasarkan biaya produksi, pengujian dan
pemasaran. Berikut adalah analisis
ekonomi sederhana pada pembuatan pupuk organik cair dari urine kelinci dengan
penambahan batang pisang dan daun lamtoro.
Tabel
9. Biaya Produksi Pupuk Organik Cair
No.
|
Nama Bahan dan Alat
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga (Rp)
|
Jumlah Harga (Rp)
|
|
1.
|
Persiapan Bahan
|
|
|
|
|
|
Urine
Kelinci
|
60
|
liter
|
3.000
|
180.000
|
||
2.
|
Pencampuran Bahan
|
|||||
- Alat
|
||||||
Ember
|
2
|
unit
|
60.000
|
120.000
|
||
Jerigen
|
1
|
unit
|
50.000
|
50.000
|
||
Airrator
|
1
|
unit
|
45.000
|
45.000
|
||
Botol pengemas
|
60
|
unit
|
300.000
|
300.000
|
||
Label
|
120
|
lembar
|
100.000
|
100.000
|
||
- Bahan
|
||||||
EM-4
|
1
|
botol
|
19.000
|
19.000
|
||
Batang
Pisang
|
15
|
kg
|
500
|
7.500
|
||
Daun
Lamtoro
|
7,5
|
kg
|
1.000
|
7.500
|
||
Gula merah
|
2
|
buah
|
1.500
|
3.000
|
||
|
Total
|
832.000
|
1.
BEP harga
=Rp 13.866,-/jerigen
2.Pendapatan = 60 jerigen x 30.000
=
Rp 1.800.000,-
2.
B/C
= 2,16
Dari hasil perhitungan diatas usaha produksi pupuk organik cair dari urin
kelinci dengan penambahan batang pisang dan daun lamtoro, dari setiap Rp 1,-
yang kita keluarkan kita kan mendapatkan Rp 2,16,-. Maka usaha ini layak untuk
dijalankan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari
hasil PM yang kami lakukan dapat disimpulkan :
1.
Pupuk
organik cair urine kelinci yang ditambahkan ekstrak batang pisang dan daun
lamtoro tidak mengalami penambahan pada kandungan N dan mengalami penambahan P
sebanyak 0,010 % dan K sebanyak 0,020%.
2.
Analisis
ekonomi pada produksi pupuk organik cair urine kelinci dengan penambahan
ekstrak batang pisang dan daun lamtoro sangat layak dijalankan sebagai usaha
karena setiap Rp 1,- yang kita keluarkan mampu menghasilkan Rp 2,16,-.
5.2 Saran
1. Poligrow baik digunakan untuk tanaman
vegetatif dan poligrow ekstra digunakan untuk tanaman generatif.
2. Dosis yang dalam penggunaan
poligrow dan poligrow ekstra sebaiknya menggunakan pengenceran 1 : 100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar