Jumat, 12 Agustus 2016

HACCP Pengolahan Hasil Ternak Produksi Ternak Polinela 2013


A.    PENDAHULUAN



Menjelang pelaksanaan liberalisasi di sektor industri dan perdagangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan pernah mengisyaratkan bahwa di masa mendatang industri pangan nasional akan menghadapi tantangan persaingan yang makin berat dan kendala yang dihadapi pun semakin besar. Globalisasi ekonomi negara, industri, penguasaan teknologi canggih, persaingan terbuka dan proteksi ekonomi dalam blok-blok perdagangan internasional mengharuskan reorientasi dalam strategi pembinaan dan pengembangan industri pangan nasional. Oleh karena itu, wajar juga apabila industri pangan nasional berusaha mencari upaya- upayterobosan  dan  inovasi-inovasi  baru  dengan  tujuan  agar  industri  pangan nasional tersebut sanggup bertahan dan mandiri sehingga mampu bersaing untuk menghadapi kemungkinan perubahan serta mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh konsumen internasional. Salah satu tantangan dan kendala utama yang dihadapi oleh industri pangan nasional tersebut adalah selain produk pangan yang dihasilkan harus bermutu juga aman untuk dikonsumsi serta tidak mengandung bahan-bahan yang membahayakan terhadap kesehatan manusia.

Seperti kita ketahui bersama bahwa dewasa ini masalah jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan tuntutan dan persyaratan konsumen serta dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan manusia. Bahkan pada beberapa tahun terakhir ini, konsumen telah menyadari bahwa mutu dan keamanan pangan tidak hanya bisa dijamin dengan hasil uji pada produk akhir di laboratorium saja.  Mereka  berkeyakinan  bahwa  dengan  pemakaian  bahan  baku  yang  baik, ditangani atau di ”manage dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir pangan yang baik pula. Oleh karena itu, berkembanglah berbagai sistem yang dapat memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak proses produksi hingga ke tangan konsumen serta ISO-9000, QMP (Quality Management Program), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan lain- lain.


 industri pangan yang menerapkannya, menjadikan sistem ini banyak diacu dan diadopsi sebagai standar proses keamanan pangan secara internasional. Codex Alimentarius Commission (CAC) WHO/FAO pun telah menganjurkan dan merekomendasikan diimplementasikannya konsep HACCP ini pada setiap industri pengolah pangan. Begitu  pula  negara-negara  yang  tergabung  dalam  MEE  melaui  EC  Directive
91/493/EEC juga merekomendasikan penerapan HACCP sebagai dasar pengembangan sistem manajemen mutu dinegara-negara yang akan mengekspor produk hasil perikanan dan udangnya ke negara-negara MEE tersebut.

Dalam tulisan pada makalah ini akan disajikan/diinformasikan tentang sejarah perkembangan perumusan HACCP, pemahaman sistem HACCP dan definisinya termasuk bahaya yang dimaksud dalam HACCP, prinsip dasar dalam sistem HACCP serta pola penerapan dan pengembangan sistem HACCP dalam industri pangan.


B SEJARAH PERKEMBANGAN PERUMUSAN HACCP



Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury Company bekerjasama dengan NASA (The National Aeronaties and Space Administration) dan US Arm’s Research, Development and Engineering Center pada dekade tahun 1960-an dalam rangka menjamin suplai persediaan makanan untuk para astronotnya (ADAMS, 1994 ; MOTARJEMI et al, 1996 ; VAIL, 1994). Konsep ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan produk pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan program zero-defects (HOBBS, 1991). Program zero-defects” ini esensinya mencakup tiga hal, yaitu : pengendalian bahan baku, pengendalian seluruh proses dan  pengendaliapada  lingkungan  produksinya  serta tidak  hanya mengandalkan pemeriksaan pada produk akhir (finished products) saja. Oleh karena hal tersebut maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain yang bisa menjamin bahwa faktor- faktor yang merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan dikendalikan. Dari hasil pengkajian, evaluasi dan penelitian yang lebih mendalam ternyata  sistem/metode HACCP  merupakan  satu-satunya  konsep  yanpas  (sesuai)  kinerjanya  untuk program zero-defects” tersebut (NATIONAL FOOD PROCESSORS ASSOCIATION’S MICROBIOLOGY AND FOODSAFETY COMMITTEE, 1992).

Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury Company, konsep sistem manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan dipublikasikan pada tahun 1971 dalam Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional di Amerika Serikat (HOBBS, 1991). Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem HACCP ini banyak dipelajari, diteliti, diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai kalangan industri pengolah pangan, ilmuan pangan, teknologi pangan, para pakar di bidang ilmu dan teknologi pangan baik yang ada di Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga litbang pangan dan


lain-lain. bahkan FDA (Food and Drug Administration) sebagai lembaga penjamin mutu dan keamanan pangan nasional yang disegani di Amerika Serikat telah menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini diterapkan secara wajib (mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara luas (PERSON dan CORLET, 1992).

Konsep HACCP ini pun telah mengalami revisi, kajian ulang dan penyempurnaan  dari  berbagai  institusi  yang  memberikan  masukannya  seperti National Advisory Committee On Microbiological Criteria on Foods (NACMCF), US Departement of Agriculture (USDA), National Academiy of Sciences (NAS), USDA Food Safety and Inspection Service (FSIS) (ADAMS, 1994) ; The National Marine Fisheries Institute (NMFS), National Oceanic and Atmospherie Administration (NOAA), National Fisheries Institute (NFI) dan FDA sendiri (GARRETT III dan HUDAK-ROSE, 1991). Perkembangan selanjutnya konsep HACCP ini telah banyak diimplementasikan di berbagai jenis operasi pengolahan pangan termasuk pula  pada jasa catering dan domestic kitchen dan dalam implementasinya biasanya dilakukan validasi dan verifikasi oleh Badan/Lembaga pengawas keamanan pangan.
Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan pada industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan yang beroperasi di jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa negara, misalnya, Republik Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia (WHO), 1993). Pada tahun 1993 Badan Konsultansi WHO untuk Pelatihan Implementasi Sistem HACCP     pada  Industri  Pengolah  Pangan  membuat  suatu  rekomendasi   agar pemerintah sebagai pembina dan industri pangan sebagai produsen pangan berupaya menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-negara Argentina, Bolivia, China, Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina, Thailand dan Tunia. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada setiap eksportir produk pangan yang masuk ke negara-negara tersebut. Sementara ini, mulai tanggal 28 Juni 1993, konsep sistem HACCP telah diterima oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) dan   diadopsi   sebaga Petunjuk   Pelaksanaan   Penerapan   Sistem   HACCP   atau


Guidelines for Application of Hazard Analysis Critical Control Point System” (CODEX ALIENTARIUN COMMISSION, 1993). Dengan adanya adopsi dan pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka HACCP menjadi semakin populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai penjamin keamanan pangan (food safety assurance).

C.   PEMAHAMAN KONSEP SISTEM HACCP DAN DEFINISINYA

HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (MOTARKEMI et al, 1996 ; STEVENSON, 1990). Dengan demikian dalam sistem HACCP, bahan/materi yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar terjadi kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan bahan baku, selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali kritis.

Menurut BRYAN (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu   da menyeluruh (komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan.

Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan pangannya   (spoilage).   HACCP   bersifa sistematis   karena   konse HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep HACCP juga


bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya.

Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi),  kimia  dan  fisika  ;  dengan  cara  mencegah  dan  mengantisipasi  terlebih dahulu daripada memeriksa/menginspeksi saja.

Sementara  itu,  tujuan  dan  sasaran  HACCP  adalah  memperkecil kemungkinan  adanya  kontaminasi  mikroba  pathogen  dan  memperkecil  potensi mereka  untuk  tumbuh  dan  berkembang.  Oleh  karena  itu,  secara  individu  setiap produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan rencana pengembangan HACCP. Dengan demikian, setiap produk dalam industri pangan yang dihasilkannya akan mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-nya masing-masing disesuaikan dengan sistem produksinya.

Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : (1) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan, (2) Mencegah penutupan pabrik, (3) Meningkatkan jaminan keamanan produk, (4) Pembenahan dan pembersihan pabrik, (5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar, (6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan (7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk.

Pendekatan HACCP  dalam  industri  pangan  terutama diarahkan  terhadap produk pangan (makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab penyakit da keracunan,   yait makana yang   muda terkontaminasi   ole bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika (Tabel 1).




Tabel 1.   Pengolahan Makanan Berdasarkan Resiko Kesehatan  dan beberapa contohnya



Tingkat Resiko
Kesehatan

Jenis Makanan

Resiko Tinggi

¨  Susu dan produk olahannya
¨  Daging (sapi, ayam, kambing, dsb) dan produk olahannya
¨  Hasil perikanan dan produk olahannya
¨  Sayuran dan produk olahannya
¨  Produk makanan berasan rendah lainnya

Resiko Sedang

ü  Keju
ü  Es krim
ü  Makanan beku
ü  Sari buah beku
ü  Buah-buahan dan sayuran beku
ü  Daging dan ikan beku

Resiko Rendah

Ø  Serealia / biji-bijian
Ø  Makanan kering
Ø  Kopi, the


Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya kesamaan  pandangan  terhadap  beberapa  istilah  dan  definisi  yang  dipakai  dalam sistem manajemen HACCP, yaitu :

Bahaya (hazard)

Bahan  biologi, kimia atau fisika, atau kondisi  yang dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF (1992) mendefinisikan bahaya atau hazard” sebagai suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan (makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

Titik Kendali  (Control Point = CP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.


Titik Kendali  Kritis (Critical Control Point = CCP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.

Batas Kritis (Ccritical Limits)

Batas toleransi  yang harus dipenuhi/dicapayang menjamin bahwa CCP dapat mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Resiko

Kemungkinan menimbulkan bahaya.

Penggolongan Resiko

Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin timbul/

terdapat pada makanan.

Pemantauan (Monitoring)

Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk digunakan selanjutnya dalam verifikasi.

Pemantauan Kontinyu

Pengumpulan  dan  pencatatan  data  secara  kontinyu,  misalnya  pencatatan suhu pada tabel.

Tindakan Koreksi (Corrective Action)

Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan pada CCP.

Tim HACCP

Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan

HACCP.


Validasi Rancangan HACCP

Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen dalam rancangan HACCP sudah benar.

Validasi

Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk   menentukan   apakah   rancangan   HACC memerlukan   modifikasi   dan revalidasi.


D.   PRINSIP DASAR SISTEM HACCP

Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:


1.   Analisis   bahay (Hazard   Analysis da penetapa resiko   beserta   cara pencegahannya.
2.   Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.

3.   Penetapan  batas  kritis  (Critical   Limits)  terhadap  setiap  CCP   yang  telah teridentifikasi.
4.   Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.

5.   Menetapkan/menentukan  tindakan  koreksi  yang  harus  dilakukan  bila  terjadi penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
6.   Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya

(Record keeping).

7.   Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.


Prinisp I.  Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara

Pencegahannya.

Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis  bahaya  harus  dilaksanakan  menyeluruh  dan  realistik,  dari  bahan  baku hingga ke tangan konsumen.

Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga kelompok bahaya, yaitu :

(1)  Bahaya  Biologis/Mikrobiologis,  disebabkan  oleh  bakteri  pathogen, virus  atau  parasit  yang  dapat  menyebabkan  keracunan,  penyakit  infeksi  atau infestasi, misalnya : E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain;

(2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun, misalnya : aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid pirolizidin, pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya ;

(3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.

Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi.


Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu :

1.   Menyusun Tim HACCP.

2.   Mendefinisikan produk : cara produk dikonsumsi dan sifat-sifat negatif produk yang harus dikontrol dan dikendalikan.
3.   Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan diagram alir proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, untuk menghasilkan suatu produk.

Prinisp II.  Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses
Produksi


Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap  dalam  proses,  atau  prosedur,  apabila  tidak  terkendali  (terawasi) dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan Apakah pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian pada tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi. Harus diperhatikan titik kendali (CP) tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP).

Secara sistematis untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali kritis (CCP) dapat dilakukan dengan metode alur keputusan atau CCP Decission Tree seperti terlihat pada Gambar 1.




P Apakah ada tindakan pencegahan untuk bahaya yang
?

Y                 Tidak a
Apakah pengendalian pada tahap ini diperlukan untuk




Tidak

Bukan

Stop





P Apakah        tahap        ini        dapat
.      menghilangkan    atau    mengurangi
kemungkinan     terjadinya     bahaya                                     Y


Tidak


P3 Apaka pencemara oleh   bahaya teridentifikasi terjadi lebih dari tingkat yang dapat diterima, atau Dapatkah bahaya tersebut meningkat hingga tingkat




Y                                       Tidak

Bukan             Stop




Apakah       tahap       berikutnya       dapat
P menghilangkan     bahaya     yang     sudah
.      teridentifikasi          atau          mengurangi
kemungkingan  terjadinya  bahaya  hingga
tingkat yang dapat diterima ?



Tidak

Ini berarti Titik Kendali Kritis (CCP)





Y           Bukan               Stop

(*)  Lanjutan pada tahap berikutnya dalam proses yang


Gambar 1.  Diagram Alur Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP Decission Tree)




Prinisp III.  Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang telah Teridentifikasi.


Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk setiap jenis produk berbeda satu sama lainnya.

Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan secara  cermat  dan  efektif.  Batas  kritis  yansudah  ditetapkan  ini  tidak  boleh dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen.

Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah timbulnya bahaya, misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan., pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal, viskositas maksimal yang diperkenankan dan sebagainya.

Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan.

Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini harus dapat  menjelaskan  bagaimana setiap  batas  kritis  dapat  diterima dan  harus disimpan sebagai bagian dari rencana formal HACCP.


Prinisp IV.   Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk
Memonitor CCP-nya.


Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua

CCP, tim HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya.

Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya.  Kegiatan monitoring ini mencakup :  (1) Pemeriksaan apakah  prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan dengan baik ; (2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk mengendalikan CCP dan batas kritisnya ; (3) Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk (CORLETT, 1991).

Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat  memberi  jaminan  bahwa  proses  pengendalian  pengolahan  produk  pangan masih dalam batas kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode, prosedur  dan  frekuensi  monitoring  serta  kemampuan  hitungnya  harus  dibuat daftarnya pada lembaran kerja HACCP.

Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak memungkinkan, dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar terjamin. Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan sebagai prosedur monitoring. Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring) adalah : observasi secara visual dan pengamatan langsung (misal : kebersihan lingkungan pengolahan, penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar air dsb.


Prinsip V.    Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila Terjadi
Penyimpangan (deviasi) Pada Batas Kritis yang Telah Ditetapkan. Meskipun   sistem   HACCP   suda dirancan untuk   dapa mengenali
kemungkinan adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk membangun strategi pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi (corrective action) atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.

Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan demikian,  apabila  terjadi  kegagalan  dalam  pengawasan  pada  CCP-nya,  maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan (Tabel 2.).


Tabel 2.  Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan penyimpangan dari batas pada CCP-nya.

Tingkat Resiko
Tindakan Koreksi
A.   Produk Beresiko
Tinggi
Ø  Produk   tida boleh   diproses/diproduksi   sebelum semua penyimpanan dikoreksi/diperbaiki.
Ø  Produk     ditahan/tidak     dipasarkan,     dan     diuji keamanannya.
Ø  Jika keamanan produk tidak memenuhi persyaratan, perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yng tepat.
B Produk Beresiko
Sedang
¨ Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa hari/minggu).
¨ Diperlukan  pemantauan  khusus  sampai  semua penyimpangan dikoreksi /diperbaiki.
C.   Produk Beresiko
Rendah
ü  Produk dapat diproses
ü  Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu memungkinkan
ü  Harus dilakukan pengawasan rutin untuk menjamin bahwa status resiko rendah tidak berubah menjadi resiko sedang atau tinggi.



Tindakan  koreksi  di  sini  harus  dapat  mengurangi  atau  mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya sehingga dapat menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak mengakibatkan potensi bahaya baru. Setiap tindakan koreksi dilaksanakan, harus didokumentasikan dengan tujuan untuk modifikasi suatu proses atau pengembangan lainnya.


Prinisp VI.  Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif dalam Sistem Dokumentasi HACCP.

Siste doumentasi   dalam   sistem   HACCP   bertujuan   untuk    (1) Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP ; (2) Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi  berwenang jika  produk  yang  dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.

Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan HACCP mencakup :

²               Judul dan tanggal pencatatan

²               Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)

²               Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)

²              Bahan  serta peralatan  yang  digunakan,  termasuk  :  bahan  mentah, bahan tambahan, bahan pengemas dan peralatan penting lainnya.
²              Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya.
²               Jenis bahaya pada setiap tahap

²               CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan

²               Penyimpangan dari batas kritis

²              Tindakan     koreksi/perbaikan     yang     harus     dilakukan     jika     terjadi penyimpangan, dan karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan koreksi/ perbaikan.


Dalam  melakukan  pencatatan,  beberapa  hal  yang  dianjurkan  adalah catatan harus sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan pendokumentasian  dilakukan  tepat  dan  sesuai  dengan  sistem  HACCP,  maka berarti  keefektifan sistem dokumentasi HACCP dapat diuji atau dibuktikan.

Prinisp VII. Membuat Prosedur untuk Memverifikasi bahwa
Sistem HACCP Bekerja dengan Benar.

Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang ditetapkan  dan  (2)  Untuk  menjamin  bahwa  rancangan  HACCP  yang  ditetapkan masih efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program HACCP telah terlaksana dengan baik.

Verifikasi  mencakup  berbagai  kegiatan evaluasi  terhadap  rancangan  dan penerapan HACCP, yaitu :

v   Penetapan jadwal verifikasi yang tepat

v   Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP

v   Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya

v   Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang harus dilakukan.
v   Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis.
v   Catatan tertulis mengenai : kesesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP.
v   Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP (CORLETT, 1991).

Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat  dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu :

Þ    Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan.
Þ    Jika  diketahui  bahwa  produk  tertentu  memerlukan  perhatian  khusus  karena informasi terbaru tentang keamanan pangan.


Þ    Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan makanan.
Þ    Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap, atau jika ada saran dari instansi yang berwenang.

E.   POLA PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM HACCDALAM INDUSTRI PANGAN


Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam industri pangan perlu mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap keamanan pangan, misal : bahan mentah, ingredien dan bahan tambahan, praktek pengolahan makanan, peranan proses pengolahan dan pengendalian bahaya, cara mengkonsumsi produk, resiko masyarakat konsumen, dan keadaan epidemiologi yang menyangkut keamanan pangan.

Kemudian untuk memperoleh program yang efektif dan menyeluruh dalam penerapan/implementasi HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1.   Komitmen Manajemen.

Keberhasilan penerapan / implementasi sistem HACCP sangatlah tergantung pada manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka harus menyatakan komitmen tidak hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam tindakan.  Seluruh  karyawan  dan  staf nantinya  harus tahu bahwa manajemen adalah yang paling bertanggung jawab memikul beban tugas implementasi ini. Dengan demikian segala sumber daya yang diperlukan untuk mendukung implementasi HACCP harus disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana, dokumentasi, informasi, metode, lingkungan, bahan baku dan waktu.

2.  Pembentukan Tim HACCP.

Setelah Pimpinan Puncak mempunyai komitmen manajemen terhadap program  keamanan  pangan,  maka  mereka  membentuk  tim  HACCP  yang bertugas dan bertanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan pengembangan sistem HACCP.


Anggota tim implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari berbagai bidang disiplin ilmu (multidisiplin) yang mempunyai pengetahuan dan keahlian spesifik yang tepat untuk produk. Dalam hal ini anggotanya tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian : produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan mutu (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), R & D serta sanitasi. Mereka merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis dan masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem HACCP secara efektif dan benar.



3.  Pelatihan Tim HACCP.

Individu personil yang terpilih dalam tim HACCP kemudian diberi pelatihan (training) mengenai prinsip-prinsip HACCP dan cara implementasinya (misalnya tentang hazard dan analisisnya, peran titik kendali kritis dan batas kritis dalam menjaga keamanan pangan, prosedur monitoring dan tindakan koreksi yang harus dilakukan seandainya ada penyimpangan CCP, prosedur dokumentasi  HACCP  dan  lain-lain).  Pelatihan  dan  pendidikan  ini  bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge) dan mengembangkan keahlian (skill) personil yang bersangkutan guna memperlancar pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Pelatihan   dapa dilakuka oleh   tenag ahli   berasa dari   dalam perusahaan sendiri atau tenaga ahli dari luar perusahaan atau konsultan manajemen HACCP yang dapat memberi bantuan dalam implementasi HACCP tersebut.

4.  Diskripsi Produk.

Tim HACCP yang telah dibentuk dan disusun selanjutnya harus mendiskripsikan/menggambarkan secara menyeluruh terhadap produk pangan yang akan dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang lengkap   mengenai   produk   harus   dibuat,   termasuk   keterangan   mengenai komposisi (ingredien), formulasi, daya awet dan cara distribusinya. Semua




informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.

5.  Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.

Kemudian tim HACCP harus mengidentifikasi tujuan penggunaan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada konsumen atau pengguna akhir dari produk tersebut. Pada kasus, harus dipertimbangkan kelompok populasi/masyarakat beresiko tinggi.

6.  Penyusunan Bagan/Diagram Alir Proses.

Bagan/diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam proses tertentu harus dianalisis untuk menyusun bagan alirnya. Dalam menerapkan HACCP untuk suatu proses, pertimbangan harus diberikan terhadap tahap sebelum dan sesudah proses tersebut.

Tujuan dibuatnya alir proses adalah untuk menggambarkan tahapan proses produksi secara dalam industri pangan yang bersangkutan serta untuk melihat  tahapan  proses  produksi  tersebut  menjadi  mudah  dikenali. Bagan/diagram alir proses ini selain bermanfaat membantu tin HACCP dalam melaksanakan tugasnya, dapat pula berfungsi sebagai Pedoman berikutnya bagi orang (personil) atau lembaga lainnya (pemerintah dan pelanggan) yang ingin mengetahui tahap proses produksi pangan yang dibuatnya sehubungan dengan kegiatan verifikasinya.

7.  Menguji dan Memeriksa Kembali Diagram Alir Proses.


Tim HACCP harus menguji dan memeriksa kembali diagram alir proses yang sudah dibuat. Dalam hal ini, tim HACCP harus menyesuaikan kegiatan proses pengolahan yang sebenarnya (di pabrik) dengan bagan alir proses pada setiap tahap dan waktu proses, dan jika perlu mengubah diagram alir proses bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau kurang sempurna. Dengan demikian, bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat dan kurang sempurna, dapat dilakukan modifikasi.


8.  Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.



Tujuh prinsip penting HACCP yang harus diterapkan adalah :



²     Penerapan prinsip 1. Membuat daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara pencegahan untuk mengendalikan bahaya.

²     Penerapan prinsip 2. Menetapkan titik kendali kritis (CCP = Critical Control

Point).

²     Penerapan prinsip 3. Menetapan batas/limit kritis untuk setiap titik kendali kritis (CCP).

²     Penerapan prinsip 4. Menetapkan sistem/prosedur pemantauan untuk setiap

CCP.

²     Penerapan prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.

²     Penerapan prinsip 6. Menetapkan  prosedur  verifikasi  untuk  membuktikan bahwa sistem HACCP berjalan dengan baik dan benar.

²     Penerapan prinsip 7. Membuat catatan dan dokumentasi. Catatan data yang praktis dan teliti merupakan hal  yang penting  dalam penerapan sistem HACCP.

Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga membutuhkan kerjasama tim yang baik.


K E S I M P U L A N



Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan pola HACCP sekarang mulai diakui dan diterapkan di seluruh dunia termasuk Uni Eropa, bahkan telah diadopsi Codex Almentarius Commision sebagai acuan dalam pengembangan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan industri pangan.

HACCP  ini  pun  dapat  diterapkan  pada  seluruh  rantai  produk  makanan, mulai dari produksi primer sampai ke konsumen akhir. Selain meningkatkan jaminan keamanan  pangan  (food  safety assurance),  keuntungan  lain  dari  HACCP  adalah penggunaan  sumber daya secara lebih baik dan  pemecahan masalah dapat lebih cepat. Penerapan HACCP juga sesuai dengan implementasi sistem manajemen mutu, misalnya seri ISO-9000, dan merupakan sistem terpilih dalam manajemen keamanan pangan.







































DAFTAR PUSTAKA


-    Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan (A.
Tjahjanto Prasetyono)
 Crocker, O. L. and Leung Chiu, J. S., 1984, Quality Circles, A Guide to Participation and
Productivity, Methuen, Toronto.
 Hicks, Philips E., 1994, Industrial Engineering and Management, A New Perspective, 2nd
ed., McGraw-Hill Book Co., Singapore.
 Stebbing, Lionel, 1993, Quality Assurance, The Route to Efficiency and Competitiveness, 3rd
ed., Ellis Horwood, London.
 Taguchi, G., Elsayed, E. A and Hsiang, T. C., Quality Engineering in Production Systems, McGraw Hill Book Co., Singapore.
 http://www.fda.gov/gmp5thed, down load : 14 Mei 2000.

-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar